Bahagia : Jalan Tuhan, Sains, dan Teknologi (Bagian 2)

Seperti dalam tulisan gue sebelumnya, kalo bahagia itu membutuhkan tiga kesadaran : pikir, rasa, dan niat. Ketiganya memiliki prioritas yang sama, kesemuanya bersifat saling terkait.

Tanpa bermaksud menyepelekan dua komponen lain, gue akan mulai dari kesadaran pikir. Jika disederhanakan, pikiran adalah ibarat setir. Pikiran yang positif akan mengantarkan kita ke arah yang positif pula, dan begitu sebaliknya. 

Namun, seiring bertambahnya umur dan juga pengalaman, pikiran-pikiran itu tidak selamanya melaju di arah yang positif. Terkadang pikiran seringkali "dikotori" oleh asumsi dan prasangka negatif. Hal itu bisa dikatakan wajar, mengingat pikiran selalu menyediakan informasi dari tumpukan-tumpukan pengalaman yang terkadang berkorelasi dengan hal yang tidak menyenangkan.

Untuk menjaganya diperlukan "jurus" agar tetap stabil. Di seminar yang gue ikutin, doi menawarkan dua "jurus" untuk menghalau negativitas : dalam dan luar. 

Dari dalam...

Spiritualis
Mengutip dari pakar spiritualis asal Amerika, Lester Levenson, bahwa manusia adalah mahluk luar biasa yang lupa dengan ke-luar biasa-annya, akibat ulah pikiran-nya sendiri. 

Lupa adalah hal yang sangat wajar bagi setiap manusia. Namun, menjadi ketidakwajaran apabila lupa itu berlarut-larut. Obat dari lupa, simpel, yakni kesadaran. 

Solusi terbagi menjadi lima, yakni kesadaran akan Tuhan, diri, hidup, hikmah, dan bahagia. Kesadaran kepada Tuhan secara sederhana bisa berupa melalui ritual-ritual ibadah ataupun mengingat "kehadiran-Nya"; Kesadaran kepada diri bisa berupa pengendalian terhadap diri sendiri berupa adab maupun etika; Kesadaran hidup bisa berupa penginsyafan atas tujuan-tujuan dalam hidup; Kesadaran hikmah dapat berupa melihat masalah dari sudut pandang yang lebih positif; Dan terakhir bahagia, yakni berterima kasih terhadap apa yang telah diperoleh dan dicapai.

Poin-poin tadi dilakukan selayaknya ibadah. Bersifat rahasia (baca : hanya diri sendiri yang tahu) dan ikhlas. Rahasia karena yang diperlukan hanyalah berbicara kepada diri sendiri, dan melakukannya lewat diri sendiri pula. Sedangkan tanpa ke-ikhlas-an kesadaran itu palsu.

Dari luar...

Kesadaran tidak begitu saja mudah dibentuk. Terlebih dalam keadaan stres dan penuh tekanan. Keadaan demikian mengubah kinerja otak yang tampak pada brainwave (gelombang otak). Secara sains, gelombang otak dibagi menjadi empat : Beta, Alpha, Theta, dan Delta.

Brainwave
Gelombang Beta biasanya aktif saat berpikir logis, dan penuh tekanan; Gelombang Alpha hadir saat sedang berdoa, khusyu, tenang, dan senang; Gelombang Theta muncul saat berkreasi, intuisi, hidayah, maupun mimpi; dan gelombang Delta saat tidur lelap tanpa mimpi.

Di kehidupan modern, yang ditandai kecepatan dan kuantitas, acapkali membuat manusia stres. Hal itu berimbas pada gelombang otak manusia yang selalu aktif dalam keadaan Beta. Dari keadaan yang terus menerus tersebut muncul gangguan-gangguan yang - terkadang - hanya dialami manusia modern. Seperti mudah tersinggung, insomnia, sulit fokus, guncangan jiwa, dan lain-lain.

Bukan berarti gelombang Beta tidak penting, namun aktivasi waktu dan tempat saja yang harus selalu disesuaikan. Pengarahan gelombang otak dapat disetir melalui bantuan teknologi. Di seminar yang gue ikutin, Katahati Institut menyediakan beberapa CD yang berkaitan dengan gelombang otak. Akan tetapi, berhubung gue nggak jualan atau di endorse oleh doi, gue bisa memberikan beberapa alternatif nan gratisan.

Sebenarnya di Internet buanyaaak banget yang menyediakan alunan brainwave. Coba aja ketik free download brainwave... Gue yakin dapet seabrekkk. Atawa bisa juga ketik download gratis brainwave, pasti banyak juga yang nongol. Nah, tinggal pilih tuh mau gelombang yang mana... Gampang, kan ?!

Enaknya lagi, brainwave ini dapat disetel di smartphone kalian, android contohnya. Kalo Apple, gue ngga tahu, abis ngga punya sih. Beliin dong ! Beberapa aplikasi gratis seperti Brain Waves atau Waveen~ , dan seabreg lainnya bisa juga di donlot di Google Play. 

Cuma saran gue sih ya sekedarnya aja. Soalnya aplikasi-aplikasi gratisan tadi belum di-approve secara sains dan medis. Takutnya, daripada telinga atau otak yang rusak, mending sih jangan terlalu addict banget gunainnya. 

Soalnya kalo udah ketergantungan, biasanya main perasaan. #eh. Oh ya, omong-omong soal rasa bisa lanjut di sini.

Komentar