Akhir-akhir ini gue sering dengar dari guru-guru baru, yang kebanyakan teman, mengeluh tentang sulitnya menertibkan kelas. Terutama saat ditinggal atau jeda pergantian guru. Mendengar problem semacam itu, gue sih cuma senyum kecil.
Mesem gue bukan karena master dalam membina anak-murid. Tidak. Gue sama sekali bukan pelaku apalagi ahli dalam hal itu. Cuma, mendengar hal itu pikiran gue melayang ke belakang. Terbang ke tahun-tahun yang hampir memudar. Tepatnya ketika masih berseragam putih-biru, sekolah menengah pertama (SMP).
![]() |
Sunyi |
Tapi jangan salah, kelas yang pernah gue singgahi selalu tersunyi saat ditinggal guru. Bahkan kepala sekolah pernah puja-puji kelas gue sebagai yang paling tertib. Bahkan kalo ada kelas malam, pastilah bunyi jangkrik yang paling kentara. Krik... Krik... Krik...
Kok bisa ? Ya bisa lah... Apa sih yang gak bisa di dunia ini ? Demi kamu akan aku buatkan sebuah candi. #tsaaah
Permainan adalah koentji.
Permainan ini selalu dimainkan setiap gue naik kelas. Bahkan penyebarannya begitu masif di kelas-kelas lain. Entah karena keasyikannya ataupun karena keefektifannya. Beberapa ada juga yang menolak, terutama kelas unggulan. Mereka yang elit tidak memerlukan itu. Karena dari sananya sudah jinak.
![]() |
Napoleon Bonaparte |
Lalu apa hukumannya ? Gampang. Memberikan efek jera yang berbeda di tiap gender (baca : jenis kelamin). Apabila laki-laki, maka hukumannya berupa dipukulin satu kelas. Ya dipukulin satu kelas ! Badannya halal untuk diberikan tinju dan sepak oleh laki-laki maupun perempuan. Namun ada beberapa aturan tidak tertulis yakni si penghukum dilarang mengincar bagian-bagian vital. Sedangkan terhukum biasanya juga patuh dengan aturan tidak tertulis untuk menutupi bagian-bagian vital.
Lalu bagaimana jika perempuan ?
Hmmm... Karena masa-masa SMP dikatakan masanya pengenalan terhadap lawan jenis
Jreeeeng... Kelas pun tertib. Suara yang paling keras adalah suara di kepala kami. Di situ kreativitas pun justru tumbuh dan berkembang. Beberapa dari kami, untuk menahan suara, lebih memilih gambar atau menulis. Bahkan diantara kami ada yang mengerjakan pe'er. Luar biasa.
Tetapi namanya setiap sistem, selalu akan membusuk. Ada kelemahan. Ada celah. Ada saja diantara kami yang tidak tahan dengan kesunyian. Mereka acapkali bosan. Kalo sudah gitu, ada saja yang iseng. Seperti menggelitik teman sebangku, atau menuduh teman lain bersuara.
Kesunyian pun biasanya pecah. Satu kelas, sebanyak 40 siswa kurang lebih, mengerubung ke korban. Memberikan tinju dan sepak terbaik semampunya. Kalo sudah begitu, badan si korban pun pegal-pegal usai itu. Gue ngga tahu kalo perempuan gimana...
![]() |
Samsak hidup |
Tapi lebih jauh. Gue lebih mikir efek setelah itu. Masalahnya gue punya teman yang bisa digambarin sebagai "samsak" hidup teman sekelas. Doi pernah curhat sama gue kalo badannya selalu pegel-pegel tiap pulang sekolah. Karena doi selalu jadi bulan-bulanan apabila seharian tidak ada mangsa dari kesunyian. Itu berlangsung tahunan, hampir setiap hari kecuali libur.
Memang sih pernah juga gue jadi "kompor". Tapi jujur saat ini gue menyesal sedalam-dalamnya. Doi terluka bagian dalam yang begitu hebat. Emang gue nggak pernah minta maaf, tapi gue selalu berusaha semaksimal mungkin untuk tidak membuat dia tersinggung.
Sudah tahu luka... Di dalam hatiii ku... Malah kau siram dengan air garaaaam #tsaaah
Sampai sekarang, karena gue masih berhubungan, doi merasa sebal dengan semua teman SMP-nya. Seolah nggak ada kenangan manis. Barangkali gue juga salah satu manusia yang dia benci (diam-diam). Gue baru sadar kalo dia trauma akibat korban bully.
Kalo inget permainan itu gue berharap adik-adik junior gue ngga melakukan hal serupa. Karena untuk memelihara
Eh, omong-omong gue nulis gini sama aja kaya nyebarin ya ? Bodo ah... Siapa suruh meniru, weeek !
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan jejak berupa komentar. Tetapi ingat, hargai pengunjung lain dengan sopan dalam berkomentar.