Dikerjain Ghaib

Kisah ini terjadi belasan tahun silam…

Kala itu gue masih bocah, sedang lucu-lucunya, masih kelas empat Sekolah Dasar. Dulu gue punya rutinitas setiap selesai maghrib. Disamping menunaikan shalat tiga rakaat, gue juga mengaji. Ya, mengaji standar, baca Al Quran dan belajar agama. Emang sih nggak sampai khatam atawa jadi penghapal Al-Quran, tetapi lumayanlah dari kegiatan itu gue nggak buta banget urusan agama sampai sekarang.

Gue mengaji nggak sendirian, tapi juga bersama kakak gue yang biasa dipanggil dengan awalan ‘mas’ sebelum namanya. Kita juga ngga cuma berdua, tapi ada teman lain yang juga kakak-beradik. Biasanya, sebelum berangkat mengaji kita selalu nyamper ke rumah mereka. Kebetulan jarak rumah gue ke rumah dia ngga terlalu jauh, sekitar selemparan batu kerikil.

Waktu itu senja datang membiaskan sinar kemerah-merahan bergradasi orange di mega-mega… Haisssh. Itu tandanya sore, seperti yang tadi gue ceritakan, gue mengaji setelah shalat maghrib. Kita pun nyamper ke rumah teman, sebut saja si kakak bernama Rendra dan si adik bernama Ginanjar.

Sesampainya di pekarangan Si Rendra, kami berdua memanggil namanya dan sejurus kemudian dia keluar. Dia bilang bahwa setelah ambil minum dari dalam dia akan langsung bersiap dan berangkat. Kami pun menunggu, sebuah janji yang (katanya) akan ditunaikan. Krik… krik… krik…

Selang berapa menit kami menunggu, dari arah kiri gue, tepatnya dari sebelah utara rumah, Rendra berlari. Cepat sekali hampir mirip kijang yang diburu pemangsa. Tanpa pikir panjang, gue bersama kakak berlari mengejar dia. Seraya memanggil-manggil, “Ren ! Ren ! Ngaji, woi ! Jangan maen pe’es !” Dia tetap acuh, berlari tanpa menengok sembari menggenggam kitab dan sarung. Kami pun menyerah setelah dia hilang ditelan tikungan. Akhirnya kami berencana untuk mengajak Sang Adik Ginanjar, dengan harapan dia mau mengaji. Kami pun kembali ke rumah Rendra untuk menyamper si adik.

“Lu ngapain lari-larian ?” Tanya Rendra yang bersandar di depan pintu sembari menggenggam gelas. Gue dan kakak saling bertatap, bingung. “Tadi siapa ya ?” Tanya kakak. Gue bengong, ngga tahu harus jawab apa. Selama di perjalanan menuju pengajian dan di tempat mengaji pun kami sama sekali tidak membahas itu. Kami hanya asyik dengan pertanyaan di pikiran kami masing-masing. Barangkali kalo boleh dibilang, kita agak shock. Kejadian itu masih saja kita ingat hingga sekarang… Yah semacam ingatan kolektif kami sebagai saudara.

Kejadian dimiripin itu bukan saja terjadi sekali-dua kali, barangkali kalo gue hitung kejadian mirip itu berlangsung lima kali selama hidup. Kejadian itu ngga selalu berlangsung malam tapi juga terkadang sore hari. Anehnya lagi kejadian macam itu cuma gue alami di sekitaran rumah.

Gue ngga tahu kalo kakak gue gimana… Seinget gue kejadian ngaji itu perdana dan terakhir kali buat dia.

Karena banyaknya kejadian itu datang, gue pun iseng-iseng cerita dan sekaligus bertanya ke orang sekitar. Ternyata orang sekitar juga mengalami hal yang sama dan jumlah yang mengalami juga nggak sedikit. Kata mereka-mereka yang mengalami, itu biasa dialami sama orang-orang baru. Emang, kalo dirunut dari pindah rumah sama awal peristiwa itu ngga terlalu jauh.

Orang-orang asli tempat gue tinggal (baca : betawi) biasa menyebut mahluk yang bisa miripin orang kayak jurus ninja Naruto itu disebut Kumpi. Lalu, siapa itu Kumpi ?

Komentar