Tuhan, menciptakan manusia, perempuan, berbeda dengan umumnya, tidak biasa.
CiptaanNya, buatan tanganNya yang agung, diciptakan secara spesial dengan pertimbangan tertentu untuk diturunkan ke bumi disertai jalan cerita yang tertulis, namun tetap rahasia. Semacam mahakarya yang tercipta dengan jumlah yang langka dengan pemilik yang tersembunyi.
Secara kasat mata indah, meski tidak membuat terbelalak dan menimbulkan berahi yang tidak pada waktunya. Cukuplah.
Cukup membuat sekali lagi tersengat, memunculkan getaran-getaran halus yang menjalar perlahan ke sekujur pikiran dan badan, yang terkadang membuat sulit untuk memejam ketika malam.
Sensasi yang muncul berbeda dari sebelumnya. Seiring bertambah waktu dalam timbunan pengalaman, peningkatan kearifan dan kebijaksanaan memang sudah sepatutnya. Tidak meledak-ledak, hanya berdenyut dengan intensitas kecil namun terasa.
Perempuan "buatan Tangan Tuhan" berbeda, tidak seperti kebanyakan. Buatan pabrik yang hampir sama, dalam pengertian suatu yang tak kasat mata, yang perlu diterlusur dengan dialog apabila hendak mengetahui.
Keunikan dan kekhususan pada cara dan bertingkah dalam keseharian , memunculkan suatu daya magnet. Bukan perempuan arus utama yang mendamba dan menjadi etalase atau mannequin produk kebudayaan manusia. Ada deviasi, keluar dari keumuman walaupun tidak sepenuhnya.
Ciptaan dengan komposisi yang pas dengan takaran yang mengagumkan dari sosok yang menakjubkan.
Cocok sebagai teman perjalanan kehidupan dengan daya tempuh dan ketahanan tinggi.
Entah… Mungkin saja kesimpulan tergesa-gesa tercampur dengan emosi semata.
Sekelebatan saja, penilaian kepadanya, sudah cukup meyakinkan dalam memberi bukti. Bahwa tidak semata hanya ukuran penampilan yang dicerap mata. Kesenangan timbul dalam “melihat” secara utuh tanpa terbagi-bagi antara visual dan hal yang melingkupi, sekaligus menggenapinya sebagai manusia.
Pasti saja tidak sempurna, ada celah, retak, dan kekurangan. Keindahan dalam ketidaksempurnaan.
Perempuan “buatan tangan" Tuhan pastinya tidak di-desain untuk sendirian, atau tidak hadir di dunia dalam kesepian. Karena ia menyenangkan dan menawarkan kebahagiaan. Dia senantiasa berkubang kerumunan lelaki dan keriuhan dengan berbagai motif dan urusan.
Dia sudah tertambat dan hadir disaat yang tidak tepat.
Perempuan “buatan tangan" Tuhan memiliki hubungan janggal, mungkin juga unik. Pegangannya pada tambatan hanyalah kepercayaan itu sendiri. Keyakinan hanyalah kepercayaan, yang dia pikir sama di sebelah sana. Semacam keimanan, bukan pada Tuhan, melainkan manusia.
Selayaknya keimanan pada Tuhan, merupakan tabungan setelah kehidupan. Menjanjikan sesuatu yang nikmat dan menyenangkan. Menuntaskan manusia dari penderitaan. Boleh jadi tambatannya memiliki kualitas-kualitas tertentu yang mungkin memang layak dinanti, kendati dalam waktu yang belum bisa dipastikan.
Perempuan “buatan tangan" Tuhan memang spesial memiliki mental baja untuk menunggu dalam waktu panjang. Keras kepala adalah salah satu jawaban mengapa penantian adalah perkara gampang. Kesepian dan kerinduan tidak nampak di permukaan kecuali sesekali timbul-tenggelam tak berbekas.
Ada yang tiada, mewujud namun tanpa cerita. Tiada yang ada, tak nampak namun terasa bagi yang mengalaminya. Hanya percaya begitu saja bahwa di ujung jalan, atau dalam sebuah rangkaian cerita, ada akhiran yang indah.
Atau air mata yang menunggu di akhir, siapa yang dapat mengira ? Jelas siapapun tidak tega. Tapi itu pilihan.
Subjek hanyalah memandang, mengamati, lantas menggoreskan dalam tutur sederhana dengan segala keterbatasannya. Hanyalah refleksi yang paling sederhana akan keberuntungan untuk diberi kesempatan mendekat, walau bukan secara khusus.
Tak ada rasa hendak memiliki atau niatan menguasai, seperti umumnya lelaki. Tak baik merusak tali-temali yang tertambat. Akan ada banyak mimpi yang digantungkan di sana harus koyak. Atau berbalik menelan kecewa. Risiko yang terlalu mahal.
Pengalaman sebelumnya mengajarkan sesuatu yang dipaksakan dan terpaksa selalu berakhir getir. Menjadi terhormat di tengah nilai yang tengah bergeser dan terus dipertanyakan itu lebih penting.
Akan naif juga apabila mendoakan hubungan yang janggal itu menguat seiring waktu dan berujung manis. Sekali lagi, manusia tetaplah manusia, yang memiliki ego serta harap.
Kebersamaan dengan Perempuan “buatan tangan" Tuhan adalah dambaan. Tetapi membuatnya tidak bahagia dalam keterpaksaan semata jelas memberikan derita.
Berharap akan bisa terus bersama, walau berjalan dalam titian yang riskan hingga pada akhirnya harus diberi kesimpulan begitu saja. Untuk saling menjaga ego masing-masing agar tidak cedera. Kembali ke keadaan seperti sediakala. Anonim.
Mungkin dalam pengertian terbatas ini adalah cinta, tetapi bukan jatuh cinta yang kejatuhannya membuat siapa saja mabuk, hingga saatnya terbangun dan sadar lalu buyar.
Tetapi juga bukan cinta ideal yang mengisyaratkan dua individu dalam keadaan saling mencinta.
Selalu ada ketimpangan di satu sisi, mencintai namun tidak dicintai. Semacam masokis dalam bentuk sangat halus. Lebih baik agaknya ketimbang sadis yang berujung posesif-impulsif.
Atau jangan-jangan hanyalah ilusi eksistensial manusia dalam perangkap bernama kesepian ?
Entah...
Perempuan "buatan tangan" Tuhan selalu menyisakan tanya. Selayaknya cerita yang bagus selalu memberikan keterbukaan pada interpretasi, kesimpulan, dan melahirkan cerita lain. Jika perlu.
Komentar
Posting Komentar
Silahkan tinggalkan jejak berupa komentar. Tetapi ingat, hargai pengunjung lain dengan sopan dalam berkomentar.